Rabu, 21 Desember 2011

Kisah tentang sebutir kelapa. (Sebait memoar tentang ibu)

Di dunia ini tak ada sosok yang begitu berpengaruh pada diri seorang manusia, disamping ayah kecuali seorang ibu, bahkan bagi sebagian orang atau mungkin mayoritas manusia, ibu adalah sosok sentral dalam kehidupan mereka, segala keputusan hidup baik tentang sekolah, pekerjaan, pernikahan, keluarga dan lain-lain, tak luput dari sumbangsih ibu memberikan petuah dan nasehat bijaknya, saran dan larangan, usul dan pendapat serta pertolongan yang tulus diberikan kepada anaknya tanpa mengharap balas budi.

Bicara tentang ibu, ada berjuta kisah disana, ada suka ada duka, ada sedih ada senang, ada canda dan juga tawa, semua berpilin kasih dan terajut dalam bening cinta sang bunda.
Begitupun bagi saya pribadi, ketika buntu pikiran, ibulah tempat mengadu dan berkeluh kesah, ketika menentukan pilihan, ibulah tempat pemberi nasehat dan sebagainya.
Saat saya ingin melanjutkan kuliah, kepada ibulah saya meminta saran,ketika itu saya mengikuti umptn dan diterima di universitas negeri lampung, tetapi ibu menyarakan saya untuk kuliah di jakarta saja, jadilah saya kuliah di ubinus, selain dekat juga tidak memerlukan biaya tambahan, baik transportasi ataupun bea kost. Saya mengikuti saja saran beliau, saya yakin itulah yang terbaik untuk saya.
Begitupun ketika saya menentukan siapa yang akan menjadi pendamping hidup saya, ibu saya ingin menilai dan melihat bagaimana rupa calon istri saya itu. Maka saya aturlah waktu dimana beliau bisa melihat calon istri saya tanpa sang calon istri mengetahui keberadaan ibu saya. Setelah melihat dengan seksama ibu saya hanya berkata, “Silahkan kamu lanjutkan”. Tanpa bertanya ini, itu, atau bibit bebet bobot dsb. Entah apa yang ia lihat, mungkin dengan mata bathin dan naluri keibuannya ia tahu bahwa inilah yang terbaik untuk anaknya.
Begitupun ketika istri saya mengandung, saya berkonsultasi tentang bagaimana dan di RS mana istri saya harus melahirkan, beliaulah yang selalu memberi saran. Memang saya akui, diantara tiga anak laki-lakinya, sayalah yang paling sering berkomunikasi dengan beliau, sebab abang saya sudah menikah dan tinggal dirumahnya, sedang adik saya yang laki-laki saat itu masih kecil, saya jugalah yang mengantar beliau kemanapun beliau ingin pergi, entah kepasar, ke dokter, ke undangan, ke tempat family dan sebagainya, saya seperti sopir pribadi beliau saja layaknya, dan bila saya ingat saat itu, saya sangat bahagia dan bangga sekali, karena saat itulah saat pengabdian saya kepada beliau, ketika beliau masih hidup, meski hanya sebagai sopir. Saat yang tidak akan mungkin terulang lagi.

Setahun sebelum kepergian beliau, beliau pernah mengajak saya pergi ke parung kerumah sepupunya tapi kali ini tidak memakai mobil, beliau ingin dibonceng pakai sepeda motor, saya kaget sekali, saya bertanya apa masih kuat boncengan motor, gpp, masih kuat katanya. Sayapun tak ingin membantah, jadilah saya pergi pulang dari kemanggisan ke parung sejauh 25Km bersama sang ibu, sebuah pengalaman yang cukup mendebarkan.

Dari segala kisah yang terpatri bersama sang ibu, ada satu kisah yang membuat saya sampai hari ini merasa gundah bila mengingat kejadian itu.
Alkisah ketika beliau sakit (dan ternyata sakit beliau itu berkepanjangan hingga beliau bertemu Rabbnya) beliau meminta saya untuk mampir membelikan sebutir kelapa ijo di pasar palmerah sepulang dari kantor. Pada kali yang pertama, kelapa ijonya habis, jadi saya hanya membelikan kelapa biasa. Saya bilang besok saya belikan kelapa ijonya yang lain. Ibu saya tidak marah, ia pun menerima kelapa biasa itu. Saya pikir tugas saya sudah selesai, toh ibu saya juga tidak marah dan tidak ngotot untuk mendapatkan kelapa ijo itu, Ternyata saya salah besar, ia tidak marah karena menghargai saya yg sudah capek-capek membeli kelapa biasa itu, tetapi di hati kecilnya ia tetap menginginkan kelapa ijo itu. Dan ketika beliau disibukan oleh sakitnya, hingga beberapa kali masuk rumah sakit, saya pun melupakan janji saya tentang kelapa ijo itu.

Sampai pada suatu ketika, beberapa bulan setelah wafatnya ibu saya, saya kembali melewati kios kelapa ijo itu, barulah saya sadar bahwa saya masih punya janji terhadap ibu saya.

Dan.. setiap kali saya melewati jalan itu, mata saya pun berkaca-kaca, perlahan butir-bening mengalir, dan ada sesak didada yg tiba-tiba meraja, saya pun hanya diam terpaku seraya berguman “Ibu maafkan saya”.

Selasa, 15 November 2011

Resah

Dalam gulita malam ini
Mengadu hamba pada Mu Ya Robbi
Tentang rasa yg sama, tentang gundah yg sama
Tentang mimpi dan angan yg bergelayut dalam doa-doa hamba
Yang meretas kedalam ke nadi, merayu butir-butir darah agar menyampaikan kepada hati
Tentang keinginan itu, tentang hasrat itu.
Ya robbi..
Jikalau bukan karena Rahmat dari MU
Jikalau bukan karena kasih sayangMU
Jika bukan karena mengharap tetap beningnya airmata ini,
Jika bukan karena mengharap tetap sucinya niat ini,
Niscaya dosa itu telah terkepal dalam genggaman, niscaya alpa itu menjadi cengkraman dalam setiap hembusan nafas hamba
Menjadikan jiwa ini tersandera
Menjadikan hati ini terbebani oleh gulana yg meremukan hari-hari hamba detik demi detik.
Ya robbi...
Dunia ini begitu mempesona
Harta dan tahta berserak dalam benak hamba
Puja dan puji manusia bersenandung indah dalam pikiran hamba
Membangun surga fatamorgana dalam hati dan menebar kenikmatan maya yg tak pernah habis-habisnya menggoda
Hingga letih jiwa ini mengikutinya
Hingga perih kalbu ini tersayat lukanya
Sedangkan jasad tak sanggup lagi menemani langkah-langkahnya
Sedangkan fisik hanya bisa mengangguk menjalankan takdirnya

Dalam pekat gulita yg semakin gelap
Kupejamkan mata yg tak bisa lagi merapat
Sembab oleh airmata yg terlelap oleh kepedihan
Sedang ekormata masih berharap bahwa butiran terakhir kali ini masih mampu mengalir
Mencairkan kebekuan hati, mendamaikan gelisah dalam nurani.

Ya robbi..
Beri kami arti tentang diri ini
Beri kami makna tentang jiwa ini
Kami yang selalu hidup dalam kebekuan
Yang selalu merasa resah kala nikmat tak lagi meraja
Yang selalu merajuk tatkala bencana datang mengharu hiba
Yang selalu lupa kala bahagia
Yang selalu takut kala bala menyapa
Yang tak bosan-bosannya berkeluh kesah
Yang tak bosan-bosannya mengalungi airmata

Ya robbi
Dalam desah nafas dan gundah gulana
Dalam selimut malam yg semakin pekat
Ku hamparkan letih dalam pelukanMU
Seraya kususun jemari
Kurangkai doa dan kusulam kata pinta
Kupilin tasbih kuuntai kata harap
Semoga hati ini tetap padaMU
Semoga jiwa ini tetap bersamaMU
Semoga hidup ini tetap berada di jalanMU
Semoga lisan ini tetap berzikir mengingatMU.

'Ala bidzikrillah tatma'inul qulub'

Jumat, 04 November 2011

Dan Surgapun Virtual

Sebuah fenomena, sekedar intermezzo.

Suatu ketika dalam pengadilan akhirat, seorang hamba protes kepada Allah mengapa dirinya tetap dijebloskan kedalam neraka.Sedang ia merasa melakukan semua perintah allah dan menjauhi larangannya. Lalu Allahpun berbaik hati kepadanya dan membuatkan untuknya syurga virtual(maya), loh kok bisa?.

Kembali kepada tahun 2000an saat sang hamba masih hidup, dimana era internet sedang berkembang dahsyat dan fenomena media sosial seperti facebook sedang melanda dunia, masing-masing manusia diseantero dunia tak mau ketinggalan untuk eksis didunia maya itu. Begitupula sang hamba. Sebenarnya sang hamba termasuk mukmin yang soleh, bahkan bisa juga disebut ustad karena kesalihannya itu, TETAPI ada yang terlupakan dari dirinya semenjak ia berjumpa dengan mahluk yang namanya facebook.
Karena begitu antusiasnya ia menggunakan facebook sebagai ajang yang katanya sebagai sarana dakwah maka ia selalu mengupdate dan memposting kegiatannya setiap detik demi mengajak rekan-rekannya untuk bertaqwa, kembali kepada allah. Status bertuliskan "Sedang Tahajud, mari kita gapai nikmat allah" atau "nikmatnya dhuha" atau "sedang menanti adzan maghrib" maksutnya sedang menunggu berbuka, juga status ketika berada di pengajian, di mushola, dimesjid, ditempat taklim, bahkan ayat-ayat alquran berseliweran distatusnya yang katanya ayat inilah yang sedang beliau baca, juga kalimat "sudahkan anda sholat" "sudahkah anda baca quran" dan lain-lain mengiringi status beliau ketika melakukan ibadah. Sepintas memang tidak ada yang salah dengan status-status itu, justru status itu adalah status terbaik dalam dunia maya, daripada bikin status yang membuat orang lain marah, atau status bernada pornografi atau menjelek-jelekan orang alias ghibah. Tapi dibalik cemerlangnya logam, ada setitik celah yang mampu membuat logam itu hancur karena karat, dan disanalah iblis lebih pintar daripada sang hamba, ketika manusia terlena karena pujian dan sanjungan, ketika komentar indah dan jempol diangkat meninabobokan amal sholeh, maka saat itulah manusia menjadi lengah dan ketika manusia lengah ada saja bibit dosa yang disamarkan oleh iblis kehati manusia, ia tak terlihat mata telanjang, tersamar bagai tirai kaca, halus bagai partikel-partikel oksigen diudara, tetapi efeknya sangat luar biasa dahsyatnya. Dan bibit itu adalah riya. Ketika sang hamba melakukan aktifitas beribadah kepada allah dan secara sengaja mempublikasikannya dengan harapan orang lain mengikutinya, maka secara paralel ada sifat riya yang membonceng dalam statusnya itu. bagaimana tidak muncul riya, sebab media sosial seperti facebook bagaikan sebuah toa(speaker) mesjid, ketika seseorang sedang beribadah, misalnya sedang tahajud atau mengaji, lalu ia teriak-teriak di toa "Woi saya sedang tahajud..." yang didengar oleh seluruh orang kampung menunjukan bahwa sang hamba sedang riya, begitupun amalan-amalan lain yang dilakukan sang hamba pribadi lantas diupdate dalam statusnya juga merupakan sebuah riya, tanpa sang hamba sadari meski ia merasa sedang melakukan dakwah.
Lalu ketika hari penghitungan tiba dan sang hamba protes mengapa amal baiknya tidak dinilai oleh Allah, mungkin allah akan menjawab bahwa dalam dunia nyata amal sang hamba telah hangus dimakan oleh sifat riya tadi, tapi dialam virtual, sang akun hamba tadi tetap mendapatkan ganjaran atas amalnya yakni surga virtual tadi.
Dan para penghuni facebookpun banyak yang mendapatkan surga virtual atas amal baiknya…hihihi.

Kamis, 18 Agustus 2011

Mirage

Lembut angin malam menyusup ventilasi
meresap kedalam ruangan kosong
dimana sajadah terhampar
basah oleh resah sang pemiliknya
berusaha mendinginkan hati yg gulana
berusaha mecairkan geram yg membeku sejak tadi

Nun
Dunia sedang bercanda kepadanya
Nasib sedang bermain-main dengan kehidupannya
Meledeknya dengan gurauan-gurauan nasib milik orang sekelilingnya
dari mengusap lembut
sampai menghimpit dengan himpitan yg begitu tajam
dan meremuk dalam hingga ke tulang rusuk
menguras tenaga dan membekukan otaknya
hingga ia tak sanggup lagi untuk berfikir

Wahai jiwa yang resah
mengapa engkau tak merasa
sakit dan himpitan itu bukan datang karena takdir
tetapi ia datang karena kau undang untuk bersarang di lubuk hatimu
kau biarkan ia menari-nari mempermainkan perasaanmu
kau tumbuhkan bibit kedengkian dalam jiwamu
hingga merusak jiwa dan pola pikirmu

Wahai jiwa
mengapa kau senang melihat orang lain susah
mengapa kau susah melihat orang lain senang
bukankah rizki allah sudah tergaris untuk masing-masing hamba
bukankah bala dan bahaya sudah tersurat dalam kitab yang maha tinggi
mengapa engkau menyakiti jiwa mu sendiri
dengan membiarkan hasad bersarang di hatimu

wahai jiwa
mengapa engkau sakit ketika melihat saudaramu menerima rizkinya
mengapa engkau menderita ketika melihat kawanmu mendapatkan haknya
bahkan engkau menginginkan kebahagian milik mereka menghilang dari dirinya

wahai jiwa
mengapa engkau membunuh dirimu sendiri dengan fatamorgana
bukankah bahagia dan derita menggilir semua hamba
ketika engkau sakit, mereka pun pernah sakit
ketika engkau bahagia, merekapun pernah bahagia

wahai jiwa
jangan biarkan ibadahmu sia-sia
jangan biarkan sujud-sujudmu hanya menjadi penghias dahimu saja
jangan biarkan api kedengkian membakar pahala-pahalamu
jangan biarkan dosa-dosa mereka mengalir deras memenuhi dirimu
dan kerugian menjadi akhir kehidupan mu

wahai jiwa
ribuan tahun pun kau bersujud
jutaan kali pun kau mengunjungi baitullah
milyaran rupiah pun engkau berinfak dan bersodaqoh
bahkan bila sepanjang hidupmu pun kau berpuasa tanpa henti
akan sia-sia jika hasad dan dengki menyergap hatimu

wahai jiwa
mengapakah kita masih memikirkan dunia
jika sang Nabi pun enggan memilikinya
mengapakah kita masih mengharap dunia
jika akhiratpun lebih baik darinya

jika dunia yang membuatmu berat
mengapa tak kau kembalikan kepada pemiliknya

Jika dengki merasuki hati
maka akhirat tak lagi bisa dimiliki
Itulah orang-orang yang merugi

Kamis, 24 Februari 2011

Dik..

Dik..
jauh sudah perjalanan yang telah kita lalui..
jauh sudah jarak yang kita tempuh..
jauh sudah pandangan mata menghilang dari tempat berpijak pertama kali..
jauh pula usia merambati benang kehidupan kita,
sejak saat itu, saat jiwa merasa perlu bersatu, saat azzam di hati saling berpagut, saat sang mimpi saling berjanji menjaga hati, untuk saling menguatkan satu sama lain..

Dik..
ketika bahtera ini mulai ku kayuh pertama kali..
ketika dayung sampan ini masih terasa ringan..
ketika ombak lautpun masih mengusap lambung kapal dengan lembutnya..
jiwa-jiwa kita pun terasa nyaman dan tenang..
hati khusuk dan syahdu mensyukuri nikmat Tuhan..
dan surgapun terasa lembut ditangan..

Dik..
lalu kita pun melaju jauh ketengah lautan,
menyisir nadi samudera hingga kepusaran gelombang..
menantang tingginya ombak dan ganasnya deru angin..
hingga tersadar bahwa hidup bukanlah sebuah permainan..
hingga tersadar bahwa bahtera ini bisa terkoyak bahkan hancur berantakan..
kita pun panik dan saling menyalahkan..
atau terdiam karena syok akan hebatnya badai yang datang tak terperikan..
atau gemetar dalam pelukan rasa takut yang begitu dalam..
sampai akhirnya pertolongan Tuhan pun datang..
mendamaikan keributan dihati, menenangkan jiwa yang gelisah..
mengumpulkan kembali asa yang terserak, merapatkan kembali janji-janji yang hampir retak,
menguatkan kembali azzam yang pernah berpagut, menyadarkan kembali khittah dan komitment diri, bahwa pernikahan adalah sebuah jalan takwa menuju pada ridhaNYA.

Dik..
saat itu jiwa kita masih muda, emosi dan ego masih meraja..
dan rasa percaya diri masih begitu tinggi,
sedangkan iman dan hati ikhlas masih pas-pasan..
rasa takwa kepada Tuhanpun hanya sekedar pelampiasan..
ketika kita menyadari bahwa kita bukanlah manusia sempurna..
ketika kita menyadari bahwa kita sangat lemah bahkan tak berguna..
barulah kita tersadar bahwa kita saling membutuhkan satu sama lain..
seperti jari jemari yang saling berpilin, seperti tulang dan sendi yang saling menguatkan satu sama lain..

Dik..
aku tanpa mu bukanlah apa-apa dan engkau tanpa diriku bukanlah siapa-siapa..
kita adalah dua anak manusia yang mencoba menaklukan kerasnya dunia..
kita adalah dua anak manusia yang mengikuti jalannya takdir..
mencoba membagi kehidupan dan kebahagiaan bersama..
mencoba membentuk cinta dari asa dan rasa yang apa adanya..
mengais-ngais sukacita dari remah-remah mimpi..
mengutip-ngutip bahagia dari tetesan darah dan airmata..
seraya mengharap hiba kepada illahi robbi..
semoga jalan bahagia selalu diberi..


Dik..
dirimu adalah separuh nafasku, dan diriku adalah setengah jiwamu..
dan anak-anak tidak melihat aku atau dirimu saja..
kebahagiaan mereka adalah ketika aku dan kamu bersatu menjadi kita
dan berpadunya hati kita menyempurnakan kebahagiaan mereka..
Dan senyum mereka pun terbentuk karena kasih sayang kita..

Dik..
biarkan kita menikmati dunia tanpa cela di hati..
biarkan waktu mengalir menguji cinta kita..
apakah ia sekedar permainan dunia atau jalan suci menuju cintaNYA..
biarkan lengkung waktu menyapa atau menegur kita..
menguji rasa ini kepada mu, menggoyahkan atau mengokohkan..
hingga kita mengerti..bahwa kau dan aku memang telah digariskan..
menikmati lembutnya takdir atau kerasnya nasib..
menikmati kebersamaan dalam keberkahan..
atau keberkahan dalam kebersamaan..
mengukir zaman dan mengulas kisah..
menautkan mutiara-mutiara penuh hikmah..
membentuk generasi yang diidamkan sang nabi..
yang membanggakan beliau di akhirat nanti..
semoga..


In the midle of the night

Minggu, 23 Januari 2011

Cerita Tentang Sebuah Kalung

Oleh : Ibnu Hasan Ath-Thobari

"Kalung yang mengenyangkan orang lapar, menutupi yang telanjang dan mencukupi yang miskin serta membebaskan seorang budak".

Seusai shalat berjamaah, Rasulullah saw duduk dan para sahabat melingkari beliau tiba-tiba datang seorang tua yang hampir saja tak berdaya menopang tubuhnya karena lapar.

Orang tua itu berkata : " Ya Rasulallah, aku kelaparan, berilah aku makan, aku tidak punya pakaian, beri aku pakaian dan aku miskin beri aku kecukupan ". Rasul yang dermawan itu berkata : " Aku tak punya apapun untukmu, akan tetapi orang yang memberi petunjuk kepada kebaikan ganjarannya sama dengan orang yang melakukannya, karena itu cobalah datang ke rumah orang yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya, tentu dia akan mendahului Allah ketimbang dirinya sendiri, pergilah ke rumah Fatimah, hai Bilal, tolong antarkan ia ke rumah Fatimah.

Maka berangkatlah mereka ke rumah putri Rasul yang mulia Fatimah, sesampainya didepan rumah Fatimah, ia memanggil dengan suara keras : assalamu`alaikum, wahai keluarga Nabi shallallahu alaihi wa sallam, keluarga dimana Jibril as menurunkan alqur`an dari Rab semesta alam ".


Setelah menjawab salam, Fatimah bertanya : " siapakah bapak? " Ia menjawab : " aku orang tua dari suku arab baduy, aku telah bertemu ayahmu, pemimpin umat manusia, sementara aku wahai putri Rasul, adalah orang yang tidak berpakaian, lapar dan miskin, bantulah aku, semoga Allah memberkahimu ".

Saat itu, Rasulullah dan Keluarga beliau juga sedang mengalami kesulitan yang sama, sejak tiga hari lalu mereka belum makan, Rasul pun mengetahui kondisi mereka, maka Fatimah pun mengambil kulit domba yang biasa dipakai Hasan-Husain untuk alas tidur kedunya.

" Ambillah ini, semoga bapak mendapatkan sesuatu yang lebih baik darinya " kata Fatimah sambil memberikan kulit itu. Orang tua itu berkata : " Wahai putri Nabi, aku mengadukan keadaanku yang lapar, tapi engkau hanya memberi kulit domba ini ? apa yang bisa aku perbuat dengan kulit ini? ".

Mendengar ucapan orang tua itu, Fatimah mengambil kalung yang dikenakanya dan hanya itulah satu-satunya milik yang paling berharga, diserahkanya kalung tersebut sambil berkata : " Ambillah ini dan juallah. Semoga Allah memberimu sesuatu yang lebih baik ".

Orang itupun menerima kalung itu dengan gembira lalu pergi ke masjid untuk menjumpai Rasulullah, sesampainya di masjid ia menigatakan kepada Rasulullah : " Ya Rasulallah, Fatimah putrimu telah memberikan kalung ini dan ia berkata : " Juallah kalung ini, semoga Allah memberimu sesuatu yang lebih baik ".

Mendengar itu, Rasulullah pun menangis. Ammar pun berdiri seraya berkata : "Ya Rasulallah apakah anda mengizinkanku untuk membeli kalung itu? ". Rasulullah menjawab : ”Belilah wahai Ammar, sekiranya jin dan manusia ikut membelinya tentu Allah tidak akan menyiksa mereka dengan api neraka”. Ammar bertanya : ”Dengan harga berapa engkau akan menjual kalung itu wahai saudaraku?”.

Orang itu menjawab :”Seharga roti dan daging yang akan menghilangkan rasa laparku, selembar kain yaman yang akan menutupi auratku agar aku dapat shalat menghadap Rabbku dan satu dinar uang untuk pulang menemui keluargaku”.

Kemudian Ammar menjual bagian harta rampasan perang yang didapatkannya dari Rasulullah, tidak ada yang tersisa sedikitpun, ia berkata kepada orang arab baduy itu : "Anda akan saya beri uang 20 dinar 200 dirham, sehelai kain yaman, kendaraanku untuk mengantarkanmu sampai ke rumahmu dan rasa kenyang dari roti dan daging”.
Orang itu berkata : “Duhai, betapa pemurahnya tuan ini. Semoga Allah memberkahi anda wahai tuan yang mulia”.

Ammar mengajak orang itu ke rumahnya dan memberikan semua yang dijanjikan kepadanya. Kemudian orang itu menjumpai Nabi shallallahu alaihi wa sallam, yang kemudian berkata : ”Sudahkah anda kenyang dan berpakaian?” Orang itu berkata : "Sudah Ya Rasulallah, bahkan demi Allah, aku menjadi orang yang kaya saat ini”.
Rasulullah bersabda :”Jika demikian, balaslah Fatimah atas perbuatannya”.

Orang itu berdoa :” Ya Allah, sesungguhnya Engkau adalah Tuhan, kami tidak mengabdi melainkan hanya pada-Mu. Ya Allah berilah kepada Fatimah hal-hal yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga dan tidak pernah terbayang oleh hati manusia”.

Rasulullah mengamini doa orang itu lalu menjumpai para sahabat seraya berkata : "Sesungguhnya Allah telah memberikan hal itu kepada Fatimah di dunia, demikian itu karena aku adalah ayahnya, tidak ada seorangpun yang semisal denganku, Ali adalah suaminya, tidak ada orang yang sebanding dengannya, Allah juga memberinya Hasan dan Husain tidak ada manusia yang semisal dengan keduanya di alam ini keduanya adalah pemimpin pemuda surga”.

Diantara sahabat mulia yang hadir saat itu adalah Miqdad ibn Amr, Ammar, dan Salman radhiyallahu anhum, Rasulullah bertanya : ”Maukah aku tambah lagi?” “Mau Ya Rasulallah”. Jawab mereka singkat.

Rasulullah bersabda :”Baru saja malaikat Jibril datang padaku dan berkata : ”Jika Fatimah telah dipanggil oleh Allah dan saat di kuburnya akan ditanya, siapa Tuhanmu? Maka ia menjawab : Tuhanku adalah Allah, kemudian ditanya: Siapakah Nabimu? Maka ia akan menjawab : Nabiku adalah ayahku. Siapa yang berziarah kepadaku setelah wafatku seolah dia mengunjungiku pada saat hidupku dan siapa yang berziarah kepada Fatimah, seakan ia berziarah kepadaku”.

Ammar pulang ke rumahnya mengambil kalung itu lalu meneteskan minyak misik dan membungkusnya dengan kain Yaman, ia memiliki seorang budak yang bernama Sahmun yang ia beli dari ghanimah yang didapatkannya saat perang kahibar. Kalung itu diserahkan kepada budaknya seraya berkata : ”Berikan ini kepada Rasulullah dan engaku sendiri aku hadiahkan untuk beliau”.

Budak itupun mengambil bungkusan kalung tersebut dan membawanya kepada Rasulullah lalu menyampaikan apa yang dikatakan Ammar. Rasulullah bersabda : "Pergilah kepada Fatimah, berikan kalung itu kepadanya dan engkau menjadi miliknya”.
Datanglah budak itu menyampaikan apa yang dikatakan Rasulullah kepada Fatimah, Fatimah lalu menerima kalung itu, kemudian membebaskan Sahmun dari statusnya sebagai budak. Sahmun pun tertawa.

Fatimah bertanya :” Apa yang membuatmu tertawa ya ghulam?” Sahmun berkata : "Betapa besarnya keberkahan kalung ini, inilah yang membuatku tertawa. Kalung ini telah mengenyangkan orang yang lapar, memberi pakaian orang yang telanjang, menjadikan kaya orang yang miskin dan memerdekakan seorang budak, lalu kembali kepada pemiliknya”.

Sumber : http://www.eramuslim.com/syariah/bercermin-salaf/keberkahan-seuntai-kalung-putri-rasul-yang-mulia.htm


Senin, 10 Januari 2011

Sebuah Rahasia

Pada sabtu siang, selepas dari rumah orang tua (alm), saya menyempatkan diri mampir ke rumah teman masa kecil yang sedang ditimpa musibah kecelakaan, hingga kaki kanannya harus di gips karena terlindas taxi. Syukurlah ia masih hidup dan hanya menderita patah tulang kaki (tipikal orang indonesia yang tetap bersyukur meski apapun terjadi :)),Asyik bercerita ngalor ngidul tak berasa hingga dua setengah jam waktu berlalu. Saya belajar banyak dari kejadian itu bahwa kita bukanlah pemilik jasad ini, meski kita berusaha menggapai kebahagiaan atau bencana, jika takdir Allah menentukan bahwa bahaya akan menemui kita, maka ia akan terjadi. Sahabat saya ini, mempunyai karakter asli periang, dan tak pernah pusing akan takdir yang ia terima. Meski awalnya sempat drop, melihat tulang kaki kanannya hancur, tapi tidak berlangsung lama, ia bisa kembali menjadi dirinya sendiri. Ia tetap periang dan senang berguyon, bahkan sakitnya itu menjadi bahan candaanya sendiri. Raut wajahnya tetap sama, tidak terlihat bahwa ia sedang tertimpa musibah. Mungkin suggesti seperti itu yang membuat luka cepat pulih. Sulit menemukan orang yang tetap ceria dalam kondisi apapun yang terjadi, selain mematut diri, bisa kah saya setegar beliau jika mengalami kondisi yang sama. Satu mutiara hikmah yang bisa diambil sebagai ibroh. Hmm sangat sulit untuk dijalani dan tidak semua orang bisa.

Esoknya, saya kembali mendapat mutiara hikmah yang tak kalah besar. Saya mendapat khabar Bibi saya (encang dalam bahasa betawi) meninggal dalam usia 88 tahun. Saya merasa menyesal sekali tidak bisa mengantarnya ke tempat peristirahatan terakhir karena suatu urusan. Beliau dikebumikan satu jam sebelum saya tiba dirumahnya. Bibi saya yang walau usianya sudah lanjut usia, tetapi tetap gagah dan enerjik. Sering saya berguyon dengannya, dan jika sudah ngobrol bisa berjam-jam. Ia bercerita tentang apapun yang ia ingin ceritakan, kadang suka menyentil kadang bikin saya terbahak-bahak. Yang saya paling suka cerita darinya adalah cerita tentang masa kecilnya, masa kecil ayah saya dan masa kecil adik-adiknya. Dari jaman belanda (ia kelahiran 1923), jaman jepang, jaman kemerdekaan, jaman gestapu, hingga jaman orde baru. Keahlian beliau paling disenangi orangtua dan ditakuti anak kecil, yakni urut/pijat. Anak saya meski masih kecil paling faham jika masuk ke gang rumah beliau pasti mengajak putar balik. Terakhir kali saya bertemu, saat lebaran tahun kemarin, saya sempat minta doa biar lancar dalam urusan bisnis dan karir. Nah ketika saya pamit, tiba-tiba beliau menyuruh saya kehadapannya, kening saya di usap dan ubun-ubun saya ditiup seraya membaca doa perlahan. Kemudian setelah saya selesai, tiba-tiba istri saya pun ditarik dan diperlakukan sama, diusap ubun-ubunnya dan dibacakan doa. Setelah selesai, saya bertanya, "Yang barusan buat ape cang aji?",beliau menjawab "biar bini lu patuh dan enggak galak sama elu",tukasnya..". Hahaha, saya dan istripun terpingkal-pingkal, kirain didoain biar karir bagus juga..hihihi.
Ibroh dari sisi kehidupan bibi saya ini adalah, jangan pernah lemah oleh usia, jangan malas karena umur, dan selalu positip thinking untuk semua apapun yang terjadi alias "smile forever whatever it takes" . Hmm sangat sulit untuk dijalani, tak semua orang bisa.

Dan pagi ini, saya kaget membaca berita, seorang komedian epy kusnandar divonis umurnya tinggal empat bulan lagi karena kanker otak. Saya kaget karena lagi-lagi mengetahui bahwa hidup dan mati itu sebuah misteri. Andai vonis itu jatuh ke saya, apakah yang saya bisa kerjakan, kecuali menangis dan menangis menyesali bahwa hidup ternyata telah berlalu begitu saja, masa telah terlewati tanpa makna. Dan waktu yang diberi tenyata tinggal sedikit tak lebih dari seumur jagung. Belum lagi mengingat istri dan anak-anak yang masih kecil. Tak akan sanggup beban ini mendapat cobaan seperti itu. Tapi ketika saya melihat sang komedian, dia hanya berkata, saya ikhlas, ikhlas akan takdir Tuhan. Saya pun tersentak, Wow itulah jawabannya dari dua pertanyaan saya diatas, Ikhlas, sebuah pernyataan hati yang membuat dunia dan seisinya terasa kecil mana kala ikhlas menjadi kata kunci. Mana kala ikhlas menjadi sebuah rahasia dalam menjalani hidup. Rahasia yang sebenarnya terang benderang diketahui manusia, tetapi seringkali hilang ketika dibutuhkan. Dalam setiap detik nafas, dalam setiap denyut jantung ikhlas itu sebenarnya hadir disekeliling manusia, tetapi keangkuhan dan kesombongan, harga diri dan emosi, menutupi jalan hati untuk menggapai keikhlasan itu sendiri, sehingga ketika bahaya datang, ketika cobaan tiba atau ketika musibah menghampiri, manusia selalu merasa Tuhan tidak adil, serasa manusialah pemilik jiwa dan
raganya, padahal Allah lah sang maha pemilik jiwa raga ini. Wallahua'lam bisshowab.