aku cuma rakyat biasa
tapi aku adalah tangan penguasa
--aku tak punya cita-cita
--tapi aku punya pemimpin yg pemimpi
aku tak punya harta
tapi aku punya suntikan dana
--aku tak bisa bergerak
--tapi aku punya gerakan massa
aku masih hidup
tapi aku terlihat mati
--tubuhku gemuk
--tapi fikiran ku kurus
dogmaku tetap hidup
tapi anak buahku mati
--jiwaku telah pergi
--tapi mayatku masih disini
Rabu, 08 April 2009
Rabu, 01 April 2009
Sang Penenang Jiwa (Prosa)
Suatu saat aku menyempatkan berdialog dengan Anak-anakku, Si sulung 8 thn kelas II SD dan yang nomor dua kelas TKB.
Dialog tentang berbagai macam hal tentang kehidupan menurut pandangan mereka, menurut versi mereka.
Sejauh mana mereka bisa memahami permasalahan yang dihadapi dunia orang dewasa dan dunia mereka sendiri.
Ketika membahas tentang harta dan bagaimana pentingnya harta bagi kelangsungan hidup manusia.
Akupun menjelaskan sembari meminta maaf bahwa aku tidak bisa memberikan harta yang cukup bahkan terbilang pas-pasan untuk mereka, alhamdulilah mereka bisa memahami dan mengerti, bahkan lebih meresap kedalam kalbu, hal itu ku ketahui ketika suatu hari aku mendengar percakapan anakku dengan temannya tentang posisi orang kaya dan orang miskin dan bagaimana posisi keluarga kami. Anakku menjawab dengan jawaban yang membuatku bangga. "Kami bukan orang kaya, dan kami juga bukan orang miskin. Keluarga kami adalah keluarga sederhana, tapi dengan begitu kami pernah merasakan sebagai orang kaya, kami pernah berlibur dan menginap di villa, pernah pulang kampung bawa mobil tapi kami juga pernah kekurangan uang".
Ketika aku berbicara tentang harta warisan dan aku mengatakan seandainya tak bisa mewariskan harta yang cukup kecuali hanya mewariskan ilmu kepada mereka,
Anakku yang sulung menjawab "Abi, kami tidak butuh harta dari Abi, yang kami butuhkan hanya kasih dan sayang dari Abi dan Ummi"
Subhanallah, jawaban yang mengetarkan jiwa, yang membuatku terharu dan hampir menangis. Ku peluk keduanya sambil ku usap-usap kepalanya. "
Bagus Nak, memang seharusnya kamu paham tentang itu".
Jawaban kamu menenangkan jiwa kami.
Dialog tentang berbagai macam hal tentang kehidupan menurut pandangan mereka, menurut versi mereka.
Sejauh mana mereka bisa memahami permasalahan yang dihadapi dunia orang dewasa dan dunia mereka sendiri.
Ketika membahas tentang harta dan bagaimana pentingnya harta bagi kelangsungan hidup manusia.
Akupun menjelaskan sembari meminta maaf bahwa aku tidak bisa memberikan harta yang cukup bahkan terbilang pas-pasan untuk mereka, alhamdulilah mereka bisa memahami dan mengerti, bahkan lebih meresap kedalam kalbu, hal itu ku ketahui ketika suatu hari aku mendengar percakapan anakku dengan temannya tentang posisi orang kaya dan orang miskin dan bagaimana posisi keluarga kami. Anakku menjawab dengan jawaban yang membuatku bangga. "Kami bukan orang kaya, dan kami juga bukan orang miskin. Keluarga kami adalah keluarga sederhana, tapi dengan begitu kami pernah merasakan sebagai orang kaya, kami pernah berlibur dan menginap di villa, pernah pulang kampung bawa mobil tapi kami juga pernah kekurangan uang".
Ketika aku berbicara tentang harta warisan dan aku mengatakan seandainya tak bisa mewariskan harta yang cukup kecuali hanya mewariskan ilmu kepada mereka,
Anakku yang sulung menjawab "Abi, kami tidak butuh harta dari Abi, yang kami butuhkan hanya kasih dan sayang dari Abi dan Ummi"
Subhanallah, jawaban yang mengetarkan jiwa, yang membuatku terharu dan hampir menangis. Ku peluk keduanya sambil ku usap-usap kepalanya. "
Bagus Nak, memang seharusnya kamu paham tentang itu".
Jawaban kamu menenangkan jiwa kami.
Langganan:
Postingan (Atom)