Berkah; adalah sesuatu yang tak terlihat tetapi nyata dalam
kehidupan. Contoh membahagiakan kedua orang tua terutama ibu membuat hidup
menjadi berkah. Hidup yang penuh berkah dambaan setiap manusia. Berkah kadang
diasosiasikan dengan harta, ketika kita memilih antara harta yang sedikit tapi
berkah atau harta yang banyak tapi tidak berkah, maka kita akan memilih harta yang
banyak dan juga berkah sebagai idealnya, tapi jika kenyataan harus memilih,
apapun itu baik sedikit atau banyak, tetap
keberkahan menjadi pilihan utama.
Selain kehidupan yang berkah, kaum muslimin juga
mendambakan negeri yang berkah. Sebagaimana
dicontohkan oleh ummat terdahulu, tak asing bagi kita mendengar istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dalam
alquran. Ketika kita dihadapkan pilihan sesuai dengan analogi diatas, maka
memilih keberkahan negeri adalah lebih utama dari pada kemakmuran dan kekayaan
saja. Betapa banyak negeri-negeri
terdahulu yang kaya raya, makmur dan gemah ripah loh jinawi, tapi kemudian
diazab dan dihancurkan oleh Allah karena tidak berkah, atau berapa banyak
negeri-negeri makmur dan kaya raya yang tidak membawa sedikitpun keberkahan
bagi rakyat nya, bahkan keberkahan itu dicabut oleh Allah SWT.
Negeri ini sudah
merdeka lebih dari 60tahun, tapi keadaan tidak menunjukan bahwa negeri ini
adalah negeri yang berkah, rakyat masih banyak yang menderita. Ada apa?
Padahal penduduknya mayoritas muslim. jika dibandingkan dengan negeri-negeri tetangga
mayoritas muslim lainya yang merdeka belakangan, mereka terlihat lebih
sejahtera. Apanya yang salah dengan negeri ini. Secara tendensius saya boleh menyatakan
bahwa negeri-negeri jiran makmur karena mengadopsi
syariat islam dalam kehidupan bernegara mereka, tauhid menjadi panglima, bukan
sekedar teks yang tercantum dalam
konstitusi mereka. Suatu ketika dalam satu kesempatan di Makkah, saya pernah
berbicara dengan seorang kawan brunei beberapa
waktu lalu. Mereka dengan jelas menyatakan, hidup dalam syariatlah yang membuat
negeri mereka berkah. Ketika saya tanya bagaimana kehidupan non muslim disana,
mereka menjawab, non muslim hidup nyaman dan damai, terjamin dan terlindungi.
Sebab syariat islam hanya untuk kaum muslimin, tetapi imbas keberkahannya untuk
semua pemeluk agama.
Islam adalah rahmatan lil alamin, bukan cuma untuk satu
bangsa, tetapi seluruh dunia bahkan alam
semesta termasuk tumbuhan dan binatang. Agama
bukan cuma perilaku, bukan cuma budi pekerti
tetapi komprehensif dan menyeluruh(kaffah). Ia menata kehidupan manusia dari lahir hingga
wafat, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dari setiap hela nafas dan aliran
nadi, dari setiap keinginan hingga perbuatan nyata.
Ketika bangun tidur, kita diajarkan untuk berdoa, pergi
mandi, sarapan pagi, berangkat bekerja, sedang bekerja, kembali kerumah semua
tak luput dari doa yang diajarkan agama. Begitupun dengan akhlak ketika bangun
tidur, dikamar mandi, dimeja makan, dikendaraan, semua diatur oleh agama yang
sempurna ini. Tak satupun helaan nafas, atau alirah darah dalam nadi yang
terlepas dari pengawasan Rabb semesta alam. Melakukan hal yang kecil saja harus
sesuai syariat, apalagi sesuatu yang besar seperti memilih pemimpin, yang
mempengaruhi hayat hidup orang banyak, yang mempengaruhi masa depan generasi
anak cucu, yang mempengaruhi kesinambungan kehidupan agama ini yang akan di
tanyakan oleh sang nabi bagaimana nasib ummatku nanti, ummati-ummati!.
Bagaimana bisa kita mempertaruhkan kemuliaan agama ini kepada orang lain?, bagaimana mungkin mereka mau peduli?,
jika kita sendiri tak pernah peduli, Kepada siapa tanggung jawab ini kita
berikan, kepundak siapa nasib ummat ini kita titipkan. Ketika halal dan haram
tak lagi menjadi acuan sang pemimpin, ketika miras dilegalkan, ketika perjudian
di halalkan, ketika perzinahan berbalut prostitusi diizinkan, apa kata anak
cucu kita nanti Jika mereka terjerat itu semua? Mereka, para anak cucu akan
meminta pertanggung jawaban kita di akhirat nanti. Wahai ayah, wahai ibu,
mengapa engkau menaruh masa depan kami dipundak orang yang tidak bertauhid?,
mengapa engkau membiarkan negeri ini diurus oleh orang yang mempersekutukan
Allah, mengatur kehidupan kami dengan aturan sekuler, memisahkan kami dengan
Robb kami. Memisahkan kami dengan agama kami, sedang engkau mungkin saat itu
sedang gagap menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.Saat itu mungkin kami
memang kaya raya, tapi sepi dari iman, didunia kami memang sejahtera, tapi
akhirat kami kering. Engkau memberikan kami kenikmatan dunia yang sementara,
tetapi menghancurkan masa depan akhirat kami yang kekal abadi. Setega itukah
engkau ayah dan ibu?
Di negeri ini kaum fasik dan para politisi kotor selalu
menyalahkan islam, padahal oknum pemimpin itu yang tidak mengamalkan islam
secara kaffah, korupsi secara pribadi, tetapi jamaah kaum muslimin yang
disalahkan. Padahal koruptor dari kalangan non muslim lebih banyak dan lebih
dahsyat nilainya. Tapi itu seolah tertutupi. Entah oleh kebencian, atau oleh
kedunguan nurani.
Tegas dalam islam, korupsi adalah perbuatan keji, jika
syariat dilaksanakan maka pelakunya harus dipotong tangan. Tak ada yang berani
mencuri jika syariat ditegakkan, tapi sayangnya seperti diawal tadi, negeri ini
bukanlah negeri syariat, tak ada kesempatan kaum muslimin menegakan hukuman
anti koruptor itu. Hanya sejarah yang bercerita selama 13 Abad sejak abad ke
tujuh sejak Nabi diutus sampai awal abad
20,dan kini hanya sedikit negeri-negeri muslim yang menegakkan hukum itu . Selama 13 abad itu, Islam adalah rahmat bagi
alam semesta, semua agama hidup nyaman dalam naungan penguasa muslim, hak-hak
terpenuhi, tidak ada yang teraniaya. Tapi sejak kekhalifahan itu runtuh, sebaliknya,
ketika muslim hidup minoritas, hak-haknya terbelenggu bahkan dibantai, mereka
dihina dan dinafikan.
Ketika kaum muslimin rindu pemimpin yang sholeh.
Apakah salah jika kaum muslimin merindukan pemimpin yang sholeh,
yang diharapkan dengan kesholehannya itu keberkahan akan turun menaungi negeri
ini, menaungi semua rakyat Indonesia dari suku agama dan ras apapun,
sebagaimana telah dinikmati oleh ummat-ummat terdahulu. Jika ia sholeh, ia
pasti takut akan korupsi, takut akan berlaku aniaya, sebab kepemimpinannya akan
dimintai pertanggung jawaban diakhirat nanti. Jika ia adil ia akan duduk
bersama nabi, jika ia zhalim, ia akan menjadi penghuni neraka yang paling
dasar.
Jangan paksa muslim memilih pemimpin non muslim, karena kamipun
tidak memaksa seseorang
non muslim untuk memilih pemimpin muslim. Sebagaimana Allahpun melarang nabi untuk
memaksa seseorang itu beriman atau tidak. Sebab Allah pernah menyatakan dalam
quran, jika Allah mau, bisa saja ummat manusia dijadikan satu ummat, selesai
sudah. Bukan disitu pointnya. Sebab hidayah hanya milik Allah, seorang muslim
hanya berkewajiban memberi peringatan, bukan memaksa.
Demokrasi adalah kebebasan berpendapat. Jika mayoritas
menginginkan pemimpin sholeh, jangan sebut mereka dengan ucapan SARA, begitupun
jika mayoritas tidak menginginkan pemimpin sholeh, wajib dihormati. Kita hanya sedang berikhtiar,
dan mengharapkan pahala dari ikhtiar kita. Hasilnya, baik atau buruk hanya
Allah yang menentukan. Mudah-mudahan saja setelah ikhtiar itu, ada doa yang terkabulkan yang menyertai, yaitu semoga
siapapun pemimpinnya diberi hidayah oleh Allah swt, dan dapat memimpin dengan
adil dan menjadikan negeri ini baldatun
thayyibatun wa rabbun ghafur.
Penutup
Ketika bumi ini masih berputar, ketika kebaikan dan
keburukan masih saling berebut pengikut, maka satu hal yang perlu difahami oleh
kita semua; didunia ini seorang “nabi Musa” dan seorang “Firaun”, mempunyai
kesempatan yang sama untuk berkuasa. Biarkan takdir mengalir dari lauhul
mahfudz, menggenapi kehidupan manusia sampai masa itu tiba. Sementara dajjal
dan Imam Mahdi sedang menunggu kita diujung
jalan, dan nabi Isa menanti takdirnya sebagai pamungkas akhir zaman. Terserah
kita mau ikut yang mana.