Selasa, 10 Desember 2013

Cinta itu (seharusnya) bahagia

Prolog:
Tak sengaja seorang kawan berkonsultasi tentang temannya yang sepasangan suami istri yang rumah tangganya sedang dilanda prahara. Mereka menikah karena patuh kepada orangtua, dijodohkan.
Kisah ini bukan tentang perselingkuhan tapi tentang kelainan sang suami yang hobi menyiksa istrinya sebelum bertugas.
Saya terhenyak dan iba, hingga tak kuasa memenuhi permintaan sang teman untuk membuatkan puisi bagi sang istri untuk diteruskan kepada suaminya.
Saya tahu, sang istri lebih memilih untuk berpisah kepada suaminya ketimbang mendapat siksaan fisik dan bathin. Tapi saya masih menaruh harapan agar sang suami berubah, berobat kepada dokter atau psikiater, sehingga keutuhan rumah tangga mereka dapat tercipta seutuhnya.

Inilah goresan pena saya.



Assalamu’alaikum wr wb

Untuk Abangku di sana

Kutulis puisi ini sambil menata hati yang tercerai berai
Kutulis puisi ini sambil menyusun jemari dan merangkai doa
Kutulis puisi ini bersama sajadah yang basah oleh bulir air mata tak henti  mengalir…

Abang…
Tahukah engkau…
Ketika ayahku bertanya apakah aku siap menikah dengan mu
Aku meminta Allah yang menjawabnya
Ketika ibuku bertanya apakah benar-benar aku akan menjadi istrimu
Aku meminta Allah untuk menjadi penguat jawabanku
Dan aku menikahimu dengan Allah sebagai sandaranku
Dan aku menikahimu dengan ikhlas sebagai pondasinya.

Perlu abang tahu…
Sebelum abang datang, sebenarnya aku sudah mempunyai pilihan
Tapi pilihan orangtuaku lebih utama dari pilihanku
Aku ingin berbakti kepada mereka dan pasrah akan pilihan mereka yaitu kamu
Aku merelakan sudut hatiku sakit demi membahagiakan hati kedua orangtuaku
Aku merelakan mimpi-mimpiku melayang, demi sebuah bakti anak kepada orangtuanya
Dan aku melepas kebahagiaan ku demi kebahagian orangtuaku, demi kebahagiaanmu dan demi kebahagiaan orang-orang yang menginginkan kita bersatu.
Aku yakin, melepas satu kebahagian demi kebahagian orang lain akan membuat aku lebih bahagia dari sebelumnya.
Dan aku yakin, aku akan bahagia bersamamu, mengapa?
Karena melalui kasih sayang dan cinta tulusmu kepada ku
Membawaku kepada bahagia sesungguhnya

Aku yakin ikhlasku akan mu dalam pernikahan ini
Akan membawaku kepada sakinah, kepada mawaddah dan kepada rahmah sesuai dengan janji Allah kepada kita.
Aku yakin pula, ketika keikhlasan menjadi dasar perkawinan, maka ia akan mengabadi hingga akhir zaman nanti.

Tapi abang
Engkau dan aku adalah manusia biasa
Yang kadang bodoh dan sulit mengerti bagaimana mendefinisikan bahagia
Kadang tak mengerti bahwa yang kita berikan sebenarnya adalah penderitaan, bukan kebahagiaan kepada kekasih kita
Kasih sayang yang seharusnya hadir bersama kelembutan dalam percintaan
Kurasakan bagaikan siksa dineraka
Syahwat kepada lawan jenis yang seharusnya menjelma menjadi kebahagiaan saat ia saling berpagut
Justru kurasakan sebagai azab yang tak terperi
Hasratmu kepadaku yang seharusnya membuat aku damai, tenang dan berujung kenikmatan tiada tara
Kurasakan sebagai derita yang tak biasa
Aku tak mengerti mengapa bercinta bagiku seperti berjalan di api yang membara
Menghanguskan jasad dan jiwaku, dan menggoreskan luka dihati begitu dalam.

Abang
Aku tak tahu
Apakah ini adalah ujian bagiku
Aku hanya berharap semoga allah memaafkan dirimu dan diriku
Aku hanya berharap keikhlasanku saat menerima pinanganmu berbalas pahala dariNYA

Abang
Yang aku ingin hanya sederhana
Saat aku benar-benar berusaha mencintaimu, dengan darah dan airmata ini
Aku berharap semoga bahagia hidup bersamamu,
Menjalin cinta dan rasa bersama
Dalam suka maupun duka, dalam sedih atau bahagia
Aku hanya ingin seperti teman-temanku yang lain
Yang menemukan surga dirumah tangganya.

Abang
Aku tak tahu apakah ada sesuatu dalam dirimu
Yang melanggar syariat yang dibenarkan
Sehingga bukan kelembutan dan kesyahduan yang aku dapat saat kita bercinta
Abang, sungguh aku tak ingin suamiku mendapat murka dari Allah
Tatkala ia menyiksa istrinya
Bukankan sang nabi pernah bersabda
Laki-laki terhormat adalah laki-laki yang memuliakan dan membahagiakan wanita
Dan sang nabi adalah orang yang paling memuliakan wanita

Memang aku tak ingin engkau sesempurna sang nabi
Tapi aku tak ingin engkau sezhalim kaum nabi luth
Yang tega menyiksa kaum wanita termasuk istrinya
Demi mendapatkan kepuasan syahwatnya

Abang
Jika engkau tahu ada yang salah dalam dirimu
Tolong obati dirimu kemanapun engkau bisa
Dan obati hatimu dengan taubat nasuha

Abang
Jika engkau mencintaiku
Aku yakin engkau tahu apa yang harus engkau lakukan
Demi kebahagiaan seorang wanita yang kini telah menjadi istrimu
Yang merelakan dirinya, hatinya dan jasadnya untuk mengikuti kemana engkau pergi
Demi membangun generasi  berikutnya yang diidam-idamkan ayah dan bunda kita

Tapi Abang
Jika engkau tak bisa berubah
Atau engkau sulit menerima permintaanku
Aku pasrahkan diriku untuk engkau ceraikan
Kau kembalikan diriku kepada orangtuaku
Yang pastinya akan menangis pilu menyaksikan anak gadisnya terlunta dan teraniaya
Sebab patuh kepada perintah kedua ibu bapaknya

Tapi aku yakin
Mereka akan menerima
Sebab menikah seharusnya membawa sakinah
Sebab cinta itu seharusnya membawa bahagia

Maafkan aku abang.




Kamis, 30 Mei 2013

Standing Party, Menggugat Sunnah Yang Hilang

Standing Party
Menggugat Sunnah Yang Hilang


Dewasa ini pesta pernikahan kaum muslimin lebih sering diselenggarakan di gedung-gedung. Selain alasan praktis, faktor gengsi mungkin menjadi pertimbangan. Sejatinya tidak ada yang salah jika perayaan pernikahan atau pesta apapun di gedung-gedung, yang menjadi masalah adalah bahwa jumlah undangan tidak sebanding dengan jumlah kursi yang disediakan. Loh apa masalahnya, bukankah memang hampir semua seperti itu, undangan 1000 orang, kursi yang disediakan 10 buah, bahasa kerennya standing party. Dan itu jamak dilakukan oleh manusia modern saat ini. 

Ya bagi mereka yang terbiasa standing party memang tak masalah, tetapi bagi orang tertentu, seperti saya berdiri berjam-jam tentu tidaklah nyaman, apalagi sambil memakan hidangan atau membawa minuman. Belum lagi kalau yang datang adalah para orangtua renta yang terlihat lelah berdiri berlama-lama. Tapi bukan itu masalah utamanya. Masalah utamanya adalah bahwa nabi MELARANG kita untuk MINUM dan MAKAN sambil BERDIRI. 

Dari Abu Hurairah r.a :Bahwa Nabi s.a.w bersabda,”Janganlah kalian minum sambil berdiri ! Apabila kalian lupa, maka hendaklah ia memuntahkannya !” (HR. Muslim)

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Adi dari Sa’id bin Arubah dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang seseorang minum dalam keadaan berdiri. Kemudian ditanyakan kepada beliau, “Bagaimana dengan makan?” Beliau menjawab: “Terlebih lagi dalam makan.” Abu Isa berkata; Ini adalah hadits hasan shahih.(H.R Tirmidzi)

Jadi ada larangan jelas bahwa minum dan makan sambil berdiri adalah berdosa, bahkan kalau lupa kita diharuskan untuk memuntahkannya, persis seperti kita tertelan makanan haram atau terminum minuman khamr, segera kita muntahkan!

Sunnah yang begitu agung, perlahan kini mulai ditinggalkan oleh kaum muslimin. Sunnah yang mulia ini tergerus oleh budaya luar yang bernama 'Standing Party' yang ironisnya kaum muslimin bangga akan hal itu. Jika itu semua telah terjadi dalam suatu acara pesta, siapakah yang paling bertanggung jawab atas dosa kolektif itu? Yang paling bertanggung jawab adalah sang tuan rumah, yang membiarkan tamunya minum dan makan sambil berdiri karena kursi yang dibatasi, meskipun sebenarnya bisa saja samg tuan rumah menyediakan jumlah kursi yang memadai.

Alangkah ironisnya, jika sebuah pesta perkawinan yang seharusnya membawa barokah, justru tanpa sengaja malah membawa dosa yang terjadi karena kealpaan sang tuan rumah.

Semoga tak ada lagi standing party yang sebenarnya membuat sangat tidak nyaman para undangan itu dalam pesta pernikahan kaum muslimin.