Senin, 14 Maret 2016

Mencari Berkah Yang Hilang, Sebuah Ikhtiar


Berkah; adalah sesuatu yang tak terlihat tetapi nyata dalam kehidupan. Contoh membahagiakan kedua orang tua terutama ibu membuat hidup menjadi berkah. Hidup yang penuh berkah dambaan setiap manusia. Berkah kadang diasosiasikan dengan harta, ketika kita memilih antara harta yang sedikit tapi berkah atau harta yang banyak tapi tidak berkah, maka kita akan memilih harta yang banyak dan juga berkah sebagai idealnya, tapi jika kenyataan harus memilih, apapun itu baik sedikit atau banyak, tetap  keberkahan menjadi pilihan utama.

Selain kehidupan yang berkah, kaum muslimin juga mendambakan negeri  yang berkah. Sebagaimana dicontohkan oleh ummat terdahulu, tak asing bagi kita mendengar istilah baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur dalam alquran. Ketika kita dihadapkan pilihan sesuai dengan analogi diatas, maka memilih keberkahan negeri adalah lebih utama dari pada kemakmuran dan kekayaan saja. Betapa  banyak negeri-negeri terdahulu yang kaya raya, makmur dan gemah ripah loh jinawi, tapi kemudian diazab dan dihancurkan oleh Allah karena tidak berkah, atau berapa banyak negeri-negeri makmur dan kaya raya yang tidak membawa sedikitpun keberkahan bagi rakyat nya, bahkan keberkahan itu dicabut oleh Allah SWT.

Negeri  ini sudah merdeka lebih dari 60tahun, tapi keadaan tidak menunjukan bahwa negeri  ini  adalah negeri yang berkah, rakyat masih banyak yang menderita. Ada apa? Padahal penduduknya mayoritas muslim. jika dibandingkan dengan negeri-negeri tetangga mayoritas muslim lainya yang merdeka belakangan, mereka terlihat lebih sejahtera. Apanya yang salah dengan negeri ini. Secara tendensius saya boleh menyatakan bahwa negeri-negeri  jiran makmur karena mengadopsi syariat islam dalam kehidupan bernegara mereka, tauhid menjadi panglima, bukan sekedar teks yang tercantum  dalam konstitusi mereka. Suatu ketika dalam satu kesempatan di Makkah, saya pernah berbicara dengan seorang kawan brunei  beberapa waktu lalu. Mereka dengan jelas menyatakan, hidup dalam syariatlah yang membuat negeri mereka berkah. Ketika saya tanya bagaimana kehidupan non muslim disana, mereka menjawab, non muslim hidup nyaman dan damai, terjamin dan terlindungi. Sebab syariat islam hanya untuk kaum muslimin, tetapi imbas keberkahannya untuk semua pemeluk agama.

Islam adalah rahmatan lil alamin, bukan cuma untuk satu bangsa,  tetapi seluruh dunia bahkan alam semesta  termasuk tumbuhan dan binatang. Agama bukan cuma perilaku, bukan cuma budi pekerti  tetapi komprehensif dan menyeluruh(kaffah).  Ia menata kehidupan manusia dari lahir hingga wafat, dari bangun tidur hingga tidur lagi. Dari setiap hela nafas dan aliran nadi, dari setiap keinginan hingga perbuatan nyata.
Ketika bangun tidur, kita diajarkan untuk berdoa, pergi mandi, sarapan pagi, berangkat bekerja, sedang bekerja, kembali kerumah semua tak luput dari doa yang diajarkan agama. Begitupun dengan akhlak ketika bangun tidur, dikamar mandi, dimeja makan, dikendaraan, semua diatur oleh agama yang sempurna ini. Tak satupun helaan nafas, atau alirah darah dalam nadi yang terlepas dari pengawasan Rabb semesta alam. Melakukan hal yang kecil saja harus sesuai syariat, apalagi sesuatu yang besar seperti memilih pemimpin, yang mempengaruhi hayat hidup orang banyak, yang mempengaruhi masa depan generasi anak cucu, yang mempengaruhi kesinambungan kehidupan agama ini yang akan di tanyakan oleh sang nabi bagaimana nasib ummatku nanti, ummati-ummati!.
Bagaimana bisa kita mempertaruhkan kemuliaan  agama ini kepada orang  lain?, bagaimana mungkin mereka mau peduli?, jika kita sendiri tak pernah peduli, Kepada siapa tanggung jawab ini kita berikan, kepundak siapa nasib ummat ini kita titipkan. Ketika halal dan haram tak lagi menjadi acuan sang pemimpin, ketika miras dilegalkan, ketika perjudian di halalkan, ketika perzinahan berbalut prostitusi diizinkan, apa kata anak cucu kita nanti Jika mereka terjerat itu semua? Mereka, para anak cucu akan meminta pertanggung jawaban kita di akhirat nanti. Wahai ayah, wahai ibu, mengapa engkau menaruh masa depan kami dipundak orang yang tidak bertauhid?, mengapa engkau membiarkan negeri ini diurus oleh orang yang mempersekutukan Allah, mengatur kehidupan kami dengan aturan sekuler, memisahkan kami dengan Robb kami. Memisahkan kami dengan agama kami, sedang engkau mungkin saat itu sedang gagap menjawab pertanyaan malaikat di alam kubur.Saat itu mungkin kami memang kaya raya, tapi sepi dari iman, didunia kami memang sejahtera, tapi akhirat kami kering. Engkau memberikan kami kenikmatan dunia yang sementara, tetapi menghancurkan masa depan akhirat kami yang kekal abadi. Setega itukah engkau ayah dan ibu?

Di negeri ini kaum fasik dan para politisi kotor selalu menyalahkan islam, padahal oknum pemimpin itu yang tidak mengamalkan islam secara kaffah, korupsi secara pribadi, tetapi jamaah kaum muslimin yang disalahkan. Padahal koruptor dari kalangan non muslim lebih banyak dan lebih dahsyat nilainya. Tapi itu seolah tertutupi. Entah oleh kebencian, atau oleh kedunguan nurani.
Tegas dalam islam, korupsi adalah perbuatan keji, jika syariat dilaksanakan maka pelakunya harus dipotong tangan. Tak ada yang berani mencuri jika syariat ditegakkan, tapi sayangnya seperti diawal tadi, negeri ini bukanlah negeri syariat, tak ada kesempatan kaum muslimin menegakan hukuman anti koruptor itu. Hanya sejarah yang bercerita selama 13 Abad sejak abad ke tujuh sejak Nabi diutus  sampai awal abad 20,dan kini hanya sedikit negeri-negeri muslim yang menegakkan hukum itu .  Selama 13 abad itu, Islam adalah rahmat bagi alam semesta, semua agama hidup nyaman dalam naungan penguasa muslim, hak-hak terpenuhi, tidak ada yang teraniaya. Tapi sejak kekhalifahan itu runtuh, sebaliknya, ketika muslim hidup minoritas, hak-haknya terbelenggu bahkan dibantai, mereka dihina dan dinafikan.

Ketika kaum muslimin rindu pemimpin yang sholeh.
Apakah salah jika kaum muslimin merindukan pemimpin yang sholeh, yang diharapkan dengan kesholehannya itu keberkahan akan turun menaungi negeri ini, menaungi semua rakyat Indonesia dari suku agama dan ras apapun, sebagaimana telah dinikmati oleh ummat-ummat terdahulu. Jika ia sholeh, ia pasti takut akan korupsi, takut akan berlaku aniaya, sebab kepemimpinannya akan dimintai pertanggung jawaban diakhirat nanti. Jika ia adil ia akan duduk bersama nabi, jika ia zhalim, ia akan menjadi penghuni neraka yang paling dasar.

Jangan paksa muslim memilih pemimpin non muslim, karena kamipun tidak memaksa seseorang
non muslim untuk memilih pemimpin muslim.  Sebagaimana Allahpun melarang nabi untuk memaksa seseorang itu beriman atau tidak. Sebab Allah pernah menyatakan dalam quran, jika Allah mau, bisa saja ummat manusia dijadikan satu ummat, selesai sudah. Bukan disitu pointnya. Sebab hidayah hanya milik Allah, seorang muslim hanya berkewajiban memberi peringatan, bukan memaksa.

Demokrasi adalah kebebasan berpendapat. Jika mayoritas menginginkan pemimpin sholeh, jangan sebut mereka dengan ucapan SARA, begitupun jika mayoritas tidak menginginkan pemimpin sholeh,  wajib dihormati. Kita hanya sedang berikhtiar, dan mengharapkan pahala dari ikhtiar kita. Hasilnya, baik atau buruk hanya Allah yang menentukan. Mudah-mudahan saja setelah ikhtiar itu, ada  doa yang terkabulkan yang menyertai, yaitu semoga siapapun pemimpinnya diberi hidayah oleh Allah swt, dan dapat memimpin dengan adil dan menjadikan negeri ini baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Penutup

Ketika bumi ini masih berputar, ketika kebaikan dan keburukan masih saling berebut pengikut, maka satu hal yang perlu difahami oleh kita semua; didunia ini seorang “nabi Musa” dan seorang “Firaun”, mempunyai kesempatan yang sama untuk berkuasa. Biarkan takdir mengalir dari lauhul mahfudz, menggenapi kehidupan manusia sampai masa itu tiba. Sementara dajjal dan Imam Mahdi  sedang menunggu kita diujung jalan, dan nabi Isa menanti takdirnya sebagai pamungkas akhir zaman. Terserah kita mau ikut yang mana.